Setibanya di kampung, ulat sagu dan bahan makanan lainnya disumbangkan untuk upacara di depan wair (tetua adat), sebagai ungkapan pentingnya kebersamaan dan penghormatan terhadap tradisi leluhur.
Setelah persiapan, pesta dimulai dengan pemukulan tifa (em) oleh tetua adat. Selama pesta, ada tiga elemen utama yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ritus ini:
Nyanyian Tifa (Em so) dilantunkan oleh kelompok paduan suara yang sekaligus berperan sebagai penabuh tifa.
Kelompok ini biasanya terdiri dari 5 hingga 8 orang tetua adat. Lagu yang dibawakan mengandung rasa syukur dan kisah tentang alam serta kehidupan mereka, yang mengajarkan nilai-nilai hidup yang harus diikuti oleh masyarakat.
Peserta pesta, baik laki-laki maupun perempuan dewasa, menari sebagai bagian dari perayaan.
Laki-laki melakukan tarian goyang paha, simbol kemenangan dalam perang, sementara perempuan menari goyang pinggul sebagai simbol kesetiaan dalam menjalankan tanggung jawab.
Tarian-tarian ini diiringi oleh musik tifa dan nyanyian dari paduan suara.
Setelah menyanyi dan menari, peserta pesta makan bersama. Hidangan yang disajikan meliputi sagu, ulat sagu, pisang, ubi, dan ikan, yang dibawa oleh anggota persekutuan.
Baca Juga: Resep Talam Sagu Bakar Khas Maluku, Cocok untuk Dijadikan Camilan Rumahan!
Makan bersama ini bukan hanya soal konsumsi makanan, tetapi juga simbol dari ikatan persekutuan dan solidaritas, serta sebuah ungkapan hidup berdamai dan berbagi.
Pesta Tow Pok Mbu berlangsung selama 2 hingga 3 hari, tergantung pada ketersediaan ulat sagu yang dipanen dan bahan makanan lainnya.
Pesta ini diakhiri dengan pemukulan tifa oleh tetua adat, menandakan bahwa ritus telah selesai.
Setelah itu, masyarakat kembali melanjutkan aktivitas sehari-hari mereka, seperti memancing ikan, berburu, atau mengambil sagu dari hutan.
Ritus ini tidak hanya menjadi perayaan bagi masyarakat Asmat, tetapi juga wujud dari penghormatan terhadap alam, leluhur, dan nilai-nilai kebersamaan yang mereka junjung tinggi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Kenosis