Sejarah dan asal usul Jenang Kudus
INDOZONE.ID - Perlu kamu ketahui, jenang adalah jenis makanan yang dibuat dengan campuran bahan-bahan seperti tepung ketan, tepung beras, gula, dan santan, sebagai bahan baku utama.
Beberapa bahan tambahan, seperti susu, telur, atau bahkan buah-buahan, biasanya untuk mendapatkan rasa yang unik dan legit.
Tepung ketan digunakan sebagai bahan pengikat agar diperoleh tekstur plastis dan kenyal yang dibuatnya.
Baca Juga: Resep Jenang Legit Khas Jawa Tengah, Praktis dan Mudah Dibuat di Rumah
Sejarah jenang di Kudus berawal dari adanya tradisi Tebokan, yang menceritakan kisah Mbah Dempok Soponyono, cucu Mbah Dempok Soponyono, Sunan Kudus, dan Syekh Jangkung (Saridin).
Pada awalnya, Mbah Dempok Soponyono dan cucunya bermain burung di tepi Sungai Kaliputu. Namun, cucunya tercebur dan hanyut.
Sunan Kudus dan muridnya, Saridin alias Syekh Jangkung, mengetahui bahwa cucu Mbah Dempok Soponyono diganggu oleh Banaspati (makhluk halus berambut api).
Sunan Kudus mengatakan kepada mereka bahwa cucunya telah meninggal, tetapi Syekh Jangkung mengatakan bahwa cucunya hanyalah mati suri.
Setelah itu, Syekh Jangkung meminta kepada ibu-ibu yang berada di sekitar rumah Mbah Dempok Soponyono untuk membuat bubur gamping guna membangunkan cucu Mbah Dempok.
Bubur tersebut terbuat dari gamping, tepung beras, garam, dan santan kelapa.
Baca Juga: Kelezatan Jenang Tradisional dengan Ragam Pilihan Rasa yang Menggugah Selera
Kemudian, setelah memakan bubur tersebut, cucu Mbah Dempok Soponyono bangun dan sembuh. Hal itu juga digunakan Sunan Kudus untuk menguji kesaktian Syekh Jangkung alias Saridin yang merupakan murid dari Sunan Kudus. Sunan Kudus menyuruh Syekh Jangkung untuk memakan bubur tersebut.
Padahal, gamping adalah salah satu hasil tambang yang sebagian besar mengandung kalsium karbonat dan biasanya dijadikan bahan campuran dengan semen untuk digunakan sebagai bahan pembuatan tembok.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Journal Of Indonesian History