Sejarah lumpia, warisan kuliner Tionghoa Semarang
INDOZONE.ID - Etnis Tionghoa telah ada di Indonesia sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha. Mereka awalnya datang untuk berdagang dan menjalin hubungan dengan kerajaan lokal.
Pada pertengahan abad ke-19, banyak etnis Tionghoa menetap di Pulau Jawa, terutama di kota-kota perdagangan di pantai utara. Semarang menjadi salah satu kota penting bagi mereka.
Kota Semarang memiliki masyarakat yang beragam, termasuk etnis Tionghoa yang mendominasi. Mereka berkontribusi pada kebudayaan dan kehidupan sosial di kota tersebut.
Semarang dianggap sebagai tempat yang baik untuk hidup, sesuai dengan kepercayaan Feng Shui. Hal ini membuat etnis Tionghoa merasa nyaman tinggal di sana.
Pada tahun 1965, etnis Tionghoa mulai mengalami perlakuan diskriminatif dari pemerintah. Kebijakan asimilasi memaksa mereka untuk menyamarkan budaya dan identitas asli. Meskipun demikian, etnis Tionghoa di Semarang tetap melestarikan budaya mereka.
Baca Juga: Enaknya Lumpia Semarang Yang Bisa Dengan Mudah Dibikin di Rumah
Kuliner menjadi salah satu cara untuk mempertahankan identitas mereka di tengah masyarakat. Lumpia adalah salah satu makanan khas Semarang yang mencerminkan perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa. Makanan ini menjadi simbol keberadaan etnis Tionghoa di kota tersebut.
Lumpia Semarang memiliki ukuran dan cita rasa yang berbeda dari lumpia di daerah lain. Makanan ini menjadi salah satu hidangan yang wajib dicoba saat berkunjung ke Semarang.
Lumpia Gang Lombok dikenal sebagai pelopor lumpia Semarang. Makanan ini memiliki sejarah panjang yang menarik untuk diungkap.
Lumpia pertama kali dijual oleh pasangan suami istri Tionghoa dan pribumi pada abad ke-19. Sejak saat itu, lumpia berkembang menjadi makanan yang populer di masyarakat.
Pada masa Orde Baru, lumpia mengalami perubahan dalam bahan isian. Pengelola lumpia mulai menggunakan bahan yang lebih sesuai dengan selera masyarakat lokal, seperti udang dan telur.
Baca Juga: Siang Ini Kita Coba Buat Lumpia Semarang Yuk Guys!
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: E-Journal Pendidikan Sejarah Unesa