Kamis, 12 DESEMBER 2024 • 16:20 WIB

Mengenal Tow Pok Mbu, Ritual Pesta Makan Ulat Sagu Suku Asmat Papua

Author

Ritual pesta ulat sagu Suku Asmat Papua.

INDOZONE.ID - Suku Asmat, sebagai salah satu suku terbesar di Papua, dikenal dengan berbagai ritus budaya unik yang memiliki nilai sakral, salah satunya adalah ritus Tow Pok Mbu atau Pesta Ulat Sagu.

Ritus ini merupakan bagian dari kehidupan ritual yang kompleks, yang terus menarik perhatian untuk dipelajari dan dilestarikan.

Selain dikenal dengan ukiran kayunya yang mendunia, Suku Asmat juga memiliki tradisi dan upacara yang kaya akan makna, salah satunya melalui konsumsi sagu dan ulat sagu.

Makna Sagu dan Ulat Sagu dalam Kehidupan Asmat

Dalam masyarakat Asmat, sagu dan ulat sagu bukanlah sekadar bahan makanan biasa. Kedua simbol ini memiliki makna sakral yang dalam.

Pohon sagu melambangkan "mama," atau ibu yang melahirkan, melindungi, dan memberi kehidupan bagi keluarga.

Sagu merupakan sumber utama yang menyediakan ulat sagu, yang kaya akan protein dan lemak, serta bernilai tinggi sebagai makanan.

Baca Juga: Viral! Challenge Makan Ulat Sagu yang Ternyata Banyak Manfaatnya, Jangan Takut Dulu!

Ulat sagu, bagi orang Asmat, menjadi simbol kasih sayang kasih yang mengikat seluruh anggota komunitas dalam persekutuan yang harmonis.

Dalam pesta ini, ulat sagu tidak hanya dimakan bersama, tetapi juga dibagikan kepada marga-marga lain sebagai tanda persatuan dan kasih.

Proses Ritus Tow Pok Mbu

Ritus Tow Pok Mbu dimulai ketika sekelompok orang mencari ulat sagu di hutan. Setelah pohon sagu ditebang dan ulat sagu ditemukan, hasilnya dilaporkan kepada para tetua adat. Selanjutnya, diputuskan kapan waktu yang tepat untuk panen ulat sagu.

Kelompok laki-laki bersama tetua adat kemudian berangkat ke hutan menggunakan perahu tradisional (ci), membawa perlengkapan seperti sakambot (piring dari pelepah sagu) untuk menampung ulat sagu yang akan diambil.

Setibanya di hutan, ulat sagu dibungkus dengan daun sagu, kemudian dibawa kembali ke kampung.

Saat rombongan kembali, mereka disambut dengan sukacita oleh perempuan-perempuan dan tetua adat lainnya.

Ekspresi kegembiraan mereka bisa berupa tangisan, menggulingkan badan ke lumpur, atau memanah busur sebagai tanda rasa syukur atas keberhasilan panen.

Setibanya di kampung, ulat sagu dan bahan makanan lainnya disumbangkan untuk upacara di depan wair (tetua adat), sebagai ungkapan pentingnya kebersamaan dan penghormatan terhadap tradisi leluhur.

Tiga Elemen Utama dalam Pesta Tow Pok Mbu

Setelah persiapan, pesta dimulai dengan pemukulan tifa (em) oleh tetua adat. Selama pesta, ada tiga elemen utama yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ritus ini:

1. Menyanyi

Nyanyian Tifa (Em so) dilantunkan oleh kelompok paduan suara yang sekaligus berperan sebagai penabuh tifa.

Kelompok ini biasanya terdiri dari 5 hingga 8 orang tetua adat. Lagu yang dibawakan mengandung rasa syukur dan kisah tentang alam serta kehidupan mereka, yang mengajarkan nilai-nilai hidup yang harus diikuti oleh masyarakat.

2. Menari

Peserta pesta, baik laki-laki maupun perempuan dewasa, menari sebagai bagian dari perayaan.

Laki-laki melakukan tarian goyang paha, simbol kemenangan dalam perang, sementara perempuan menari goyang pinggul sebagai simbol kesetiaan dalam menjalankan tanggung jawab.

Tarian-tarian ini diiringi oleh musik tifa dan nyanyian dari paduan suara.

3. Makan Bersama

Setelah menyanyi dan menari, peserta pesta makan bersama. Hidangan yang disajikan meliputi sagu, ulat sagu, pisang, ubi, dan ikan, yang dibawa oleh anggota persekutuan.

Baca Juga: Resep Talam Sagu Bakar Khas Maluku, Cocok untuk Dijadikan Camilan Rumahan!

Makan bersama ini bukan hanya soal konsumsi makanan, tetapi juga simbol dari ikatan persekutuan dan solidaritas, serta sebuah ungkapan hidup berdamai dan berbagi.

Penutupan Pesta dan Kembali ke Kehidupan Sehari-hari

Pesta Tow Pok Mbu berlangsung selama 2 hingga 3 hari, tergantung pada ketersediaan ulat sagu yang dipanen dan bahan makanan lainnya.

Pesta ini diakhiri dengan pemukulan tifa oleh tetua adat, menandakan bahwa ritus telah selesai.

Setelah itu, masyarakat kembali melanjutkan aktivitas sehari-hari mereka, seperti memancing ikan, berburu, atau mengambil sagu dari hutan.

Ritus ini tidak hanya menjadi perayaan bagi masyarakat Asmat, tetapi juga wujud dari penghormatan terhadap alam, leluhur, dan nilai-nilai kebersamaan yang mereka junjung tinggi.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Kenosis