Senin, 31 MARET 2025 • 10:05 WIB

Filosofi Kupat: Lebih dari Sekadar Makanan, Tetapi Simbol Makna Lebaran yang Mendalam

Author

Ilustrasi Filosofi Kupat Lebaran

INDOZONE.ID - Setiap Lebaran, kupat atau ketupat selalu jadi bintang di meja makan sebagai menu lebaran, mendampingi opor ayam, rendang, hingga sambal goreng ati.

Tapi tahukah kamu? Kupat bukan sekadar makanan, tapi juga punya filosofi dalam yang berkaitan dengan makna Lebaran.

Yuk, kita bahas lebih dalam dilansir dari buku Kuliner Tradisi: Simbol Komunikasi Budaya Masyarakat dan Alam di Jepara karya Dra. Sri Indrahti, M.Hum., Dra. Siti Maziya, M.Hum., Prof. Dr. Alamsyah, M.Hum., dan Yanuar Yoga Prasetyawan, M.Hum.

Baca Juga: Tips Masak Ketupat Agar Matang Sempurna dan Tidak Cepat Basi

Apa Itu Kupat?

Kupat adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari beras yang dibungkus anyaman daun kelapa muda, lalu direbus dalam waktu lama hingga padat dan matang sempurna.

Bentuknya yang unik dan cara memasaknya yang khas menjadikannya simbol budaya yang erat kaitannya dengan Hari Raya Idulfitri.

Kupat biasanya disajikan dengan kuah santan seperti opor ayam, sayur labu, atau soto.

Selain enak dan mengenyangkan, kupat juga sering digunakan sebagai pengganti nasi dalam berbagai hidangan khas Nusantara.

Baca Juga: 17 Ide Nama Usaha Bika Ambon, Sajian Lebaran yang Bikin Jualan Laris Manis

Kupat dan Filosofi "Ngaku Lepat"

Di masyarakat Jawa, kupat memiliki makna "ngaku lepat", yang berarti mengakui kesalahan.

Filosofi kupat ini sejalan dengan tradisi Lebaran, di mana umat Islam saling meminta maaf dan memaafkan satu sama lain.

Itulah kenapa kupat selalu hadir di momen spesial ini, sebagai simbol perdamaian dan ketulusan hati.

Bukan cuma di Hari Raya Idulfitri, kupat juga sering digunakan dalam acara adat seperti acara Sedekah Laut Ujung Batu dan Peringatan Hari Jadi Jepara.

Ini menunjukkan bahwa kupat bukan sekadar makanan, tapi juga bagian dari budaya yang sarat akan makna.

Baca Juga: 17 Ide Nama Usaha Kue Kacang Kekinian untuk Sajian Lebaran

Ilustrasi Filosofi Kupat Lebaran.

Makna "Laku Papat" dalam Kupat

Selain "ngaku lepat", kupat juga melambangkan "laku papat" atau empat tindakan penting dalam Lebaran, yaitu:

  1. Lebaran
    Kata "Lebaran" berasal dari bahasa Jawa yang berarti selesai. Ini melambangkan berakhirnya bulan puasa dan kembalinya umat Islam ke keadaan yang fitri (suci).

  2. Luberan
    Berasal dari kata "luber" yang berarti melimpah. Ini mengajarkan kita untuk berbagi rezeki, salah satunya dengan mengeluarkan zakat fitrah bagi mereka yang membutuhkan.

  3. Leburan
    Kata "lebur" berarti habis. Maknanya, saat Lebaran tiba, dosa-dosa dihapuskan karena kita saling memaafkan satu sama lain.

  4. Laburan
    "Labur" berasal dari kata "kapur" yang digunakan untuk memutihkan sesuatu. Ini mengingatkan kita untuk selalu menjaga kebersihan lahir dan batin, agar setelah Lebaran, kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Baca Juga: 17 Ide Nama Usaha Kacang Telur untuk Sajian Lebaran, Bikin Bisnis Makin Laris!

Kupat: Simbol Budaya yang Tak Lekang oleh Waktu

Kupat bukan cuma makanan yang bikin kenyang, tapi juga warisan budaya yang penuh makna.

Setiap jalinan anyaman pada kulit kupat menggambarkan hubungan manusia yang saling terikat, mengajarkan kita untuk tetap rukun dan menjunjung nilai kebersamaan.

Di tengah perkembangan zaman, tradisi makan kupat saat Lebaran tetap bertahan.

Bahkan, banyak inovasi olahan kupat seperti kupat tahu, kupat glabed, atau kupat sayur yang terus digemari hingga kini.

Baca Juga: 17 Ide Nama Usaha Kastengel untuk Sajian Lebaran, Biar Bisnismu Makin Laris!

Ilustrasi Filosofi Kupat Lebaran

Lebaran tanpa kupat rasanya memang kurang lengkap. Tapi lebih dari sekadar makanan, kupat juga mengajarkan kita tentang makna Lebaran yang sesungguhnya, yaitu mengakhiri bulan suci dengan hati yang bersih, saling berbagi, memaafkan, dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Jadi, saat menikmati kupat Lebaran nanti, ingatlah bahwa di balik setiap suapan ada filosofi yang mendalam. Selamat Lebaran 2025!

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Buku Kuliner Tradisi