Kecap Legendaris Home Industri 'Gito Birun' Jatinom, Klaten Sejak Tahun 1965 Masih Bertahan Sampai Sekarang
INDOZONE.ID - Di dapur rumah Ismuja (67 tahun) warga Kalurahan Jatinom, Kecamatan Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, setiap lima hari sekali, ada kesibukan yang tak biasa.
Dua orang pekerja, sibuk mengaduk kuali besar sejak jam 8 pagi sampai jam 13.00. Kayu bakar selalu dijejalkan ke tungku tradisional, agar api tetap menyala. Ya, dua pekerja wanita tangguh ini, tengah memproses membuat kecap skala home industri.
Setiap satu kali produksi, menurut Ismuja, dirinya membutuhkan dua kuintal gula merah, 10 kilogram kedelai hitam, dan aneka rempah.
Air gula dalam kuali tersebut, harus sering diaduk, lalu secara berkala diambil airnya dengan cara disaring memakai kain tipis. Lalu kuali tersebut diisi air lagi. Begitu seterusnya sampai dirasa sudah cukup.
"Satu kali proses, bisa menghasilkan kurang lebih 100 liter kecap siap jual," jelas Ismuja.
Hasil saringan tersebut, lalu dituang ke dalam kuali yang sudah biasa dijadikan wadah. Air tersebut disimpan atau difermentasi dahulu selama sehari semalam. Setelah itu, tinggal memasukkan ke dalam botol atau dirigen sesuai ukuran.
Ismuja mengaku sejak meneruskan usaha orangtuanya, dirinya konsisten mempertahankan produksi kecap ini secara tradisional, tidak ingin memproduksi secara besar-besaran dengan cara modern.
Usaha kecap rumahan ini, dirintis orangtuanya, Gito Utomo (almarhum) sejak tahun 1965.
“Saya tetap ingin mempertahankan cirikhas tradisionalnya, ya seperti ini saja,” kata Ismuja pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN), saat ditemui Z Creator Edelweis Ratushima di rumah produksinya, Sabtu (24 Juni 2023).
Dalam memproduksi kecap, Ismuja tidak pernah mengurangi bahan-bahan dan memangkas lamanya proses pembuatan, sehingga rasa dan kualitas tetap terjaga sampai sekarang. Ia mengaku, pelanggannya berasal dari seluruh Indonesia. Ada yang dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Jakarta, Nganjuk, pasar lokal Klaten, dan lain-lain.
Sejak dulu, kecap ini tidak pernah diberi merk. Namun warga sekitar dan para konsumen lainnya memberi nama kecap ‘Gito Birun’ karena berasal dari Dukuh Birun.
Harga kecapnya tergolong terjangkau. Botol kaca berisi 600ml (Rp 27 ribu), botol ukuran kecil isi 250ml(Rp 15 ribu), dirigen isi 2,5L (Rp 210 ribu), dan dirigen berisi 5L (Rp 215 ribu).
Ismuja mengaku di setiap menjelang Hari Raya Qurban, kecap buatannya sangat laris. Untuk memenuhi permintaan pasar, dirinya memproduksi dua kali lipat dalam satu minggu.
“Biasanya kan setiap 5 hari sekali memproduksi. Sekarang karena permintaan pasar bertambah, saya memproduksi dua kali dalam satu minggu. Meskipun begitu, harga tetap sama,” jelas Ismuja.
Biasanya, ia memproduksi kecap sesuai kalender Jawa yaitu pasaran istilahnya di setiap Pahing. Esok paginya pasaran ‘Legi’, kecap produksinya ia jual di warung soto legendaris tak jauh dari rumahnya.
Warung soto peninggalan orangtuanya ini, buka hanya setiap lima hari sekali atau sesuai pasaran sapi. Di dekat rumahnya, memang ada pasar sapi di setiap penanggalan ‘Legi’. Orang umum menyebutnya ‘Legen’. Bagaimana serunya soto ‘Legen’ ini, akan saya tulis di kemudian hari.
Salah seorang konsumen kecap, Budi Purwanto asal Desa Gumulan, Klaten Utara, menyatakan enak dan mantap.
“Rasanya enak dan mantap, pas dengan selera saya. Manis, gurih, dan rempahnya sangat terasa. Harganya terjangkau. Biasanya saya nitip saudara yang rumahnya di Jatinom ini, untuk mengantarkan ke rumah,” kata Budi.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Z Creators