Namun, karena desa tersebut dekat dengan gurun, lahan pertanian sering kali dilanda badai pasir, yang mengakibatkan panen yang buruk dan hasil yang rendah.
“Desa kami sangat miskin sehingga hampir tidak ada gadis yang bersedia menikah dengan pemuda dari sini," kata Kepala desa Qin Zuo Tao.
Perkembangan turis yang cepat telah menghasilkan harapan untuk kemakmuran, sehingga penduduk desa mulai mencoba bisnis menunggang unta di tempat yang indah itu.
Kegiatan rekreasi wisatawan awalnya hanya berkisar pada berpose di punggung unta, namun dalam waktu singkat juga mencakup menunggangi unta.
Mereka menawarkan wisata menunggang kuda selama satu jam di padang pasir.
Wisata ini ditawarkan seharga 100 yuan (sekitar Rp200 ribu), dengan pemilik unta meraih untung sebesar 70 yuan (sekitar R140 ribu).
Di puncak musim panas, 2000 unta tersedia untuk wisata ini, dengan setiap unta melakukan tiga perjalanan sehari.
Qin mengatakan bahwa 80 persen dari total 274 keluarga di kampung tersebut, terlibat dalam bisnis wisata yang berhubungan dengan unta tersebut.
Baca Juga: China Bangun Bandara Pulau Buatan Terbesar di Dunia
Para pengembala unta telah mendapatkan pelatihan mengenai protokol penerimaan pengunjung dan prosedur darurat.
Mereka juga belajar berbicara bahasa Inggris dasar untuk komunikasi yang lebih baik dengan wisatawan asing.
Selama bertahun-tahun, Zhao telah mendapatkan pengalaman berharga dalam mengembangkan usahanya.
Keluarganya menghasilkan 500.000 yuan setahun dari layanan naik unta, tetapi ia menghabiskan lebih dari 100.000 yuan setiap tahun untuk merawat hewan-hewan tersebut.
Di musim panas, ia memberikan pakan bergizi dan buah segar kepada unta-untanya.
Ia juga membawa unta ke dokter setiap tahun untuk pemeriksaan rutin.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Chinadaily.com.cn