Nasi tiwul bandeng yang ngangenin (Z Creators/Edelweis Ratushima)
Jaman dulu, saat masyarakat Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan, tiwul menjadi makanan sehari-hari, bukan nasi. Tiwul berasal dari ketela pohon atau pohung yang dikeringkan, namanya gaplek. Setelah kering lalu ditumbuk agar menjadi tepung. Nah, tepung gaplek itulah yang dinamakan tiwul.
Meski thiwul enggak lagi menjadi makanan utama, di Klaten masih ada kedai yang menyajikan tiwul sebagai jualan utamanya. Kamu bisa menemukannya di Gubuk Tiwul Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah.
Di kedai ini tiwul yang menjadi primadonanya, kamu bisa menikmati thiwul dengan aneka lauk pauk.
Ada nasi tiwul sambel bawang, nasi tiwul bandeng, nasi tiwul uleng (dicampur dengan nasi beras), dan nasi tiwul goreng. Meskipun namanya nasi tiwul tapi sama sekali enggak ada nasinya. Kecuali nasi tiwul uleng, ada campuran nasi berasnya. Uleng dalam bahasa Jawa adalah campur.
Setiap nasi tiwul sendiri dilengkapi sama sebungkus bothok teri, daun pepaya rebus, dan sepotong tahu atau tempe.
Untuk minumnya ada teh hangat, es teh, jeruk hangat, kopi, susu jahe, dan lain-lain.
Harga per porsinya cukup murah yaitu antara Rp6 ribu sampai Rp10 ribu. Harga minumannya juga sangat terjangkau.
Menariknya, Gubuk Tiwul bukan milik perorangan melainkan dikelola bersama oleh warga Dukuh Kenteng RT 9 RW 4, dibawah bimbingan BumDes Ngerangan. Pengelolanya adalah semua emak-emak RT 9.
"Semua emak-emak RT 9 terlibat mengelola Gubuk Tiwul ini. Kami kelola per hari ada 6 orang, sehingga semua anggota PKK RT 9 kejatah jaga semua akhirnya. Karena setiap hari ganti-ganti terus," kata Suyatmi, Ketua PKK RT 9 Dukuh Kenteng.
Dibukanya Gubuk Tiwul ini, selain memang program BumDes Ngerangan, sekaligus bertujuan untuk mempererat rasa persaudaraan antar warga.
"Biasanya kan, antar warga itu kalau ketemu pas ada hajatan atau acara desa. Nah, di sini setiap hari kita bisa berinteraksi," kata Suyatmi yang biasa disapa Menuk tersebut.
Untuk memperlancar pelayanan terhadap pengunjung, setiap warga punya tugasnya masing-masing. Ada yang menjadi kasir, memasak di dapur, dan melayani pelanggan. Warga yang terlibat total ada 64 orang.
Warung sudah dibuka mulai jam 7.00 pagi sampai jam 14.00 WIB. Rata-rata pengunjung per hari sebanyak 200 orang dari berbagai daerah. Bahkan ada yang dari Tegal, Semarang, Salatiga, Jawa Timur, Jakarta, dan sebagainya.
Menurut Gunadi, inisiator lahirnya Gubuk Tiwul yang sekaligus Ketua BumDes Ngerangan, dalam seminggu warung ini bisa menghabiskan 50 kilogram thiwul atau 3.000 porsi.
"Tergantung tingkat kunjungan penikmat kuliner. Namun setiap hari rata-rata 200-an pengunjung," kata Gunadi, saat ditemui di Gubuk Tiwul baru-baru ini.
Pengunjung paling banyak di akhir pekan, karena banyak yang berwisata ke Gunung Kidul. Ya, Desa Ngerangan ini adalah wilayah perbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Di Desa Ngerangan, tambah Gunadi, setiap RT diwajibkan menonjolkan potensinya sehingga roda ekonomi bisa bergerak bersama.
Awalnya, Gunadi juga mengaku kebingungan ingin menonjolkan potensi apa di Ngerangan ini. Saat acara kumpul warga untuk membahas potensi desa, ada sesepuh warga yang membawa nasi tiwul lengkap dengan sambel bawang dan lauk pauk.
"Yang membawa nasi tiwul namanya Mbah Dirjo Suwanto Ketua RT 9. Akhirnya nasi thiwul itulah yang kami angkat," kata Gunadi.
Atas kelonggaran hati Dirjo Suwanto, warung Gubuk Tiwul berdiri di atas lahannya. Letaknya sangat strategis, berada di pinggir jalan raya.
Gubuk Tiwul baru setahun lebih dikelola, tepatnya Agustus 2021. Namun ribuan pecinta kuliner sudah mendatangi warung yang tampil beda ini.
Seperti yang diungkapkan salah seorang pengunjung, Luginah (55) yang berasal dari Klaten Kota, ia sudah tiga kali mengunjungi warung ini.
"Ini sudah yang ketiga kalinya. Biasanya sama keluarga, sekarang bareng teman-teman. Saya paling suka tiwul sambel bawang dan bandeng, nikmat sekali, pedes semegrak, bikin nagih," kata Luginah.
Pengunjung lainnya, Mulyawan, mengaku suka thiwul bothoknya, rasanya enak.
"Ini makanan jadul yang sulit dicari, menyehatkan, sekaligus penuh sensasi. Rasanya seperti kembali ke masa lalu," kata Mulyawan sambil tertawa.
Selain menyediakan thiwul siap makan, pengelola juga menyediakan tiwul mentah yang siap diolah sendiri di rumah.
Ingin kembali ke masa lalu? Rehatlah sejenak di Gubuk Tiwul dan nikmati sendiri makanan jadul di warung ini.
Artikel menarik lainnya:
Ngeri! Warga di Negara Ini Dihantui Bom, Harus Siap Dievakuasi Kapan Saja
Sulap Tanduk Kerbau Jadi Souvenir, Produknya Laris Sampai ke Jepang
Mirror d’Eau: Bak Cermin, Ini Air Mancur Paling Instagramable di Bordeaux, Prancis
Kota Pekanbaru Punya Dua Titik Nol, Menjadi Polemik Sampai Saat Ini: Aslinya di Sini!
Urban Forest: Tempat Nongkrong Baru Anak Jaksel, Bisa Santap Pizza di Tengah Hutan Kota
Keren! Terompet Reog Buatan Mahasiswa Ponorogo Sukses Merajai Pasar Internasional
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: