INDOZONE.ID - Pangan adalah kebutuhan primer manusia, bersama dengan sandang dan juga papan.
Dalam memenunhi kebutuhan pangan, salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah aspek keamanan pangan yang akan dikonsumsi.
Keamanan pangan adalah sebuah upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari cemaran biologis, kimia, serta benda-benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Cemaran biologis yang dapat mengontaminasi bahan pangan di antaranya adalah bakteri, ganggang, parasit, dan virus.
Untuk cemaran kimia, dapat dibagi menjadi racun alami seperti racun jamur, racun ikan buntal, serta singkong beracun.
Ada juga cemaran bahan kimia dari lingkungan seperti limbah industri, asap kendaraan, sisa pestisida pada buah dan sayur, deterjen, cat pada alat masak, penggunaan bahan terlarang pada pangan seperti formalin.
Keamanan pangan memiliki 5 kunci dalam pelaksanaanya, yaitu:
- Jaga kebersihan
- Pisahkan pangan mentah dan matang
- Masaklah dengan benar
- Jaga pangan pada suhu yang aman
- Gunakan air dan bahan baku yang aman
Peringkat Keamanan Pangan Dunia
Dilansir dari Economist Impact, dari 113 negara, 20 besar negara yang menempati peringkat Global Food Security Index 2022 atau Indeks Keamanan Pangan 2022, didominasi oleh Negara Eropa.
Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketahanan Pangan Global, Jadi Tantangan Dunia Sekarang
Adapun satu-satunya Negara Asia yang berada di peringkat 20 besar hanyalah Jepang.
Berikut adalah peringkat lengkap keamanan pangan dunia.
1. Finlandia
2. Irlandia
3. Norwegia
4. Perancis
5. Belanda
6. Jepang
7. Swedia dan Canada
9. Inggris Raya
10. Portugal
11. Swiss
12. Austria
13. Amerika Serikat
14. Denmark dan Selandia Baru
16. Republik Ceko
17. Belgia
18. Kosta Rika
19. Jerman
20. Spanyol
Bagaimana dengan Indonesia?
Dari 113 negara, Indonesia menempati peringkat ke 63, dengan overall score 60,3 , satu peringkat di atas Thailand.
Berikut adalah peringkat negara ASEAN pada Global Food Security Index 2022, tidak termasuk Brunei dan Timor-Leste yang tidak ada di daftar.
- Singapore (28)
- Malaysia (41)
- Vietnam (46)
- Indonesia (63)
- Thailand (64)
- Philippines (67)
- Myanmar (72)
- Kamboja (78)
- Laos (81)
Peringkat 63 tentu masih cukup buruk untuk Indonesia. Memang, permasalahan keamanan pangan di Indonesia masih cukup sering ditemukan di berbagai daerah.
Baca Juga: Fermentasi Produk Ronto, Olahan Kearifan Pangan Lokal Warga Pesisir Kalimantan Selatan
Dikutip dari penelitian Irianti berjudul Hubungan Pengetahuan Keamanan Pangan dengan Higiene Penjual dan Kontaminasi Salmonella spp Pada Lalapan Mentah di Kecamatan Patrang, pengetahuan tentang keamanan pangan menjadi dasar seseorang dalam mempratikkan higiene dalam proses pengolahan makanan untuk menjaga keamanan pangan.
Para penjual makanan masih cukup banyak yang abai terkait pengetahuan tentang keamanan pangan yang juga menjurus ke kondisi higiene para penjual makanan yang buruk.
Higiene penjual makanan memiliki pengertian kebersihan diri dari orang yang memiliki kontak langsung maupun tidak langsung dengan makanan dan peralatannya, mulai dari proses memasak, membersihkan, mengolah, hingga penyajian makanan.
Beberapa kondisi penjual makanan yang masih abai terkait higiene mereka sendiri dan masih sering kita jumpai yaitu merokok ketika melakukan kontak dengan makanan, tidak memakai alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, serta kurang menjaga kebersihan tangan, seperti contohnya tidak mencuci tangan setelah memegang uang.
Hal yang dapat terjadi jika tidak memperhatikan keamanan pangan dan kondisi higiene yaitu terjadinya foodborne disease, yaitu penyakit yang terjadi akibat mengonsumsi makanan yang tercemar agen biologis (mikroorganisme) atau kimia.
Salah satu foodborne disease yang kerap terjadi di Indonesia Salmonellosis, sebuah penyakit yang ditandai dengan diare, mual muntah, demam akut, dan disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella spp.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Impact.economist.com