Kebijakan kenaikan tarif tiket masuk ke Pulau Komodo dinilai menguntungkan pelaku wisata yang cukup besar dan mapan dengan sistem monopoli.
Melalui tarif tiket masuk baru senilai Rp 3,7 juta ke Pulau Komodo dinilai justru akan mematikan pelaku wisata menengah ke bawah.
"Market yang akan didapat dari kenaikan Rp 3,7 juta boleh kami pastikan up market atau pasar menengah ke atas," kata Maruli Damanik pelaku pariwisata yang berbasis di Jakarta kepada Indozone, Senin (1/8/2022).
Menurut Maruli yang diuntungkan atas kenaikan tarif tiket masuk itu mereka memiliki link market menengah ke atas. Biasanya mereka pelaku pariwisata dari luar negeri yang memiliki market tersebut.
"Misalnya market dari AS, mereka sudah tau pangsa pasarnya yang akan datang ke flores yang memiliki kocek besar datang ke sana," kata pria yang saat ini menjabat Direktur Lovely Holidays Tour & Travel.
Sebaliknya kebijakan ini justru akan mematikan pelaku pariwisata lokal yang ada di daerah. Mereka tidak bisa mendatangkan wisatawan karena paket yang ditawarkan terlalu mahal dampak dari kenaikan harga tiket.
"Tour operator daerah yang ada di sana bisa berdampak besar karena mereka tidak mendapatkan market yang mampu untuk membayar ongkos masuk ke flores," kata Maruli.
Tidak hanya berdampak bagi pelaku pariwisata, Maruli menyebut kebijakan kenaikan harga tiket juga mempengaruhi tingkat hunia hotel kategori menengah ke bawah.
"Mereka wisatawan dengan pangsa pasar menengah ke atas tidak akan menginap di hotel yang biasa, homestay, budget hotel. Mereka hanya menginap di klasifikasi hotel bintang empat ke atas," katanya.
Menurutnya, ini harus menjadi perhatian pemerintah. Jangan sampai hotel berbintang yang memiliki tingkat hunian tinggi tapi sebaliknya menggerus tamu hotel kategori budget.
Koordinator Pelaku Wisata dan Individu Pelaku Wisata Kabupaten Manggarai Barat Rafael Taher menyebut kebijakan kenaikan tarif memiliki multiplier efek terhadap para pelaku pariwisata.
Untuk itu mereka sepakat melakukan mogok. Mereka melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada para pelaku pariwisata.
Ada yang diuntungkan dari kebijakan itu, namun banyak juga merasa dirugikan.
Rafael yang mewakili seluruh pelaku wisata di Manggarai Barat itu menilai kehadiran PT. Flobamor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik pemerintah NTT sangat memonopoli sektor pariwisata di Manggarai Barat.
Hal ini menyebabkan kemiskinan bagi seluruh pelaku pariwisata serta masyarakat di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Karena itu, ujar dia, komitmen bersama menghentikan semua aktivitas pelayanan jasa pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat itu tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Rafael menyebut para pelaku wisata telah membuat MoU. Mereka akan menerima konsekuensinya jika ada yang melanggar MoU tersebut.
Para pelaku wisata itu seperti pemilik kapal wisata, pemilik penyedia jasa transportasi darat, pemilik restoran, pemilik hotel, fotografer, guide, pelaku usaha kuliner.
Disamping itu juga sanksi lain adalah jika ada yang melanggar MoU itu maka, pelaku wisata itu harus bersedia untuk dibakar bentuk fasilitasnya.
Terkait wisatawan yang sudah memesan tiket pesawat atau hotel di Labuan Bajo, kata dia, pihaknya tidak akan melarang. Tetapi jika sudah tiba di Labuan Bajo, tidak akan ada kendaraan yang akan mau menjemput dan hotel yang akan menerima tamu.
"Kita tidak larang wisatawan datang. Tetapi mohon maaf jika sudah tiba di Labuan Bajo, tidak ada travel yang akan jemput," tambah dia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: