Rabu, 22 DESEMBER 2021 • 12:53 WIB

Banyak Warga Gantungkan Hidup Budidaya Ikan, Pergub KJA Danau Toba Minta Dikaji Ulang

Author

Keramba Jaring Apung marak di Danau Toba. (Youtube)

Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut terkait Keramba Jaring Apung (KJA) untuk pengurangan produksi budidaya perikanan di Danau Toba, diminta untuk dikaji ulang .

"Kita dari fraksi Gerindra merekomendasikan untuk mengkaji ulang Pergub soal KJA, ini soal hajat hidup orang banyang yang menggantungkan hidup dari KJA," kata Gus Irawan Pasaribu dari Fraksi Gerindra DPR RI Medan, Rabu (22/12/2021). 

Dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Danau Toba Pariwisata Vs Bisnis Perikanan”, Gus Irawan menjelaskan kalau perputaran uang dari keramba jaring apung di Danau Toba cukup besar yakni Rp 5 triliun per tahun.

Gus Irawan mempertanyakan niat pemerintah yang ingin meningkatkan sektor pariwisata dengan mengurangi produksi ikan dari KJA dari 80.941 ton menjadi 10.000 ton per tahun.

Data GPMT Sumut 2020 juga menunjukkan, usaha KJA di Danau Toba menyerap tenaga kerja lebih dari 12.300 orang.

Tenaga kerja yang terlibat mulai dari sektor hulu hingga hilir, seperti pabrik pakan, hatchery, pembesaran, bersama pengolahan ikan nila, pabrik es, cold storage, hingga packaging.

Forum Group Discussion (FGD) Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumut bekerjasama Ikatan Wartawan Online (IWO) Kota Medan. (Selasa (21/12/2021)

 

Jumlah tersebut tidak termasuk tenaga kerja di rumah makan, hotel, bersama dan distribusi, serta jasa terkait lainnya.

"Melalui kebijakan itu, pengurangan jumlah produksi, apakah bisa menyelesaikan persolan? Berapa banyak masyarakat yang menggantungkan hidup dari KJA. Untuk itu kita meminta ada kajian ulang lagi yang lebih terintegrasi," katanya.

FGD menghadirkan narasumber Prof. Ternala dari akademisi. Gus Irawan Pasaribu, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, dan dimoderatori Gusmiyadi, Anggota DPRD Sumut Fraksi Gerindra.

Gusmiyadi memaparkan, sejak tahun 2017 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta SK Gub Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba. 

SK menyebut daya dukung Danau Toba untuk KJA menjadi 10.000 ton per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali.

Hal itu menjadi lebih kencang untuk diimplementasikan sejak Danau Toba ditentukan sebagai kawasan pariwisata super prioritas. Atas dasar itulah penertiba KJA di Danau Toba mulai dilakukan oleh pemerintah.

Menanggapi soal pencemaran lingkungan, Tim Riset Care LPPM IPB University mengungkapkan, terdapat banyak entitas yang memberikan dampak pada lingkungan di Danau Toba, seperti sungai-sungai kecil yang berjumlah lebih dari 100 sungai, perhotelan, resto, pemukiman penduduk, pertanian hingga pasar. Dengan kondisi ini, KJA hanya memberikan kotribusi persoalan lingkungan kurang dari 10% saja. 

“Satu hal yang menjadi benang merah atas sengkarut persoalan bisnis perikanan di Danau Toba ini adalah kontradiksi data yang dimiliki oleh Pemprov melalui SK Gubernurnya (daya tampung 10.000 ton/tahun), KKP dan Tim Riset Care LPPM IPB denga data terbarunya (50.000 ton/tahun),” papar Gusmiyadi.

Atas dasar fakta dan data tersebut, lanjutnya, Fraksi Partai Gerindra sangat berkepentingan untuk mendorong Pemprov Sumut untuk mengkaji ulang Surat Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta SK Gub Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba. 

Hal ini menjadi penting, sebut Gusmiyadi, karena selain perusahaan, KJA milik masyarakat juga sangat banyak mendominasi bisnis ini. Tentu saja, nasib 12.000-an orang menjadi taruhannya.

“Dengan harapan, hasil kajian kedepan dapat lebih otentik dan mampu menyudahi polemik data yang ada, dan bisnis perikanan tentu saja sesungguhnya dapat disinergiskan dengan kegiatan pariwisata,” ucapnya.

Akademisi, Prof. Ternala menyebut, dirinya bukan hanya pro pada pengusaha, dan hanya tidak pada bisnis semata. Kondisi saat ini sudah masuk dalam eksploitasi, dan di harus ada konservasi agar seimbang.

“Langkah ke depan seperti apa, apakah harus ada revisi SK Gubernur. Kalau tidak, harus dilaksanakan. Namun, menurut pandangan kita, mustahil dapat dilaksanakan. Ini menyangkut kehidupan orang banyak. Harus jadi bahan diskusi, menjelang penerapan SK Gubernur itu tadi,” sebutnya.

Artikel Menarik Lainnya:

KPK Usut Sprindik Palsu Soal Dugaan Kasus Suap Pemenangan Calon Kandidat Muktamar NU

Kasus Omicron Meledak di Singapura, Terbaru Temukan Penyebaran di Pusat Kebugaran

Berkas Lengkap, Bupati Bintan Nonaktif Segera Disidang Kasus Suap Kuota Cukai Rokok

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

TERPOPULER
TAG POPULER
BERITA TERBARU
Tentang Kami Redaksi Info Iklan Kontak Pedoman Media Siber Pedoman AI dari Dewan Pers Kode Etik Jurnalistik Karir