Potret kehidupan warga di Kampung Takpala, NTT
INDOZONE.ID - Pulau Alor yang merupakan salah satu daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki warisan kebudayaan leluhur yang unik dan otentik,
Pulau ini memiliki sebuah kampung tradisional dengan aktivitas kehidupan primitif yang bernama Kampung Takpala.
Tanah di kampung ini merupakan hibah dari seseorang bernama Piter di tahun 1940. Dia menghibahkan tanahnya untuk dijadikan kampung adat, khususnya untuk suku Abui yang dikenal juga dengan nama "orang gunung", suku terbesar di Alor.
Penduduk suku ini berpindah dari wilayah pedalaman ke bukit, agar mempermudah kegiatan pemungutan pajak oleh petugas saat masih berlaku sistem kerajaan.
Kampung Takpala mulai dikenal secara luas pada tahun 1973, berkat seorang wisatawan asal Belanda yang menampilkan potret kehidupan di Kampung Takpala di kalender.
Kemudian pada tahun 1980-an, Kampung Takpala meraih juara dua ajang Desa paling tradisional di Indonesia. Di tahun 1983, Kampung Takpala dijadikan ikon Pariwisata Alor oleh pemerintah daerah.
Potret kehidupan warga di Kampung Takpala, NTT
Takpala sendiri berasal dari dua kata, yaitu Tak yang artinya ada batasnya, serta Pala yang berarti Kayu. Jadi Takpala artinya Kayu Pembatas.
Kampung adat ini terletak di Desa Lembur Barat, Alor Tengah Utara Kabupaten Alor-Nusa Tenggara Timur. Dari Kota kalabahi diperlukan waktu sekitar 20-30 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi/sewaan.
Kamu juga bisa menggunakan kendaraan umum dari terminal tujuan Bukapiting, kemudian berjalan kaki sekitar 10-15 menit menuju kampung adat.
Baca Juga: 6 Lokasi Terkenal Kalimantan Timur, Dari Kampung di Atas Air hingga Calon Kota Modern di Masa Depan
Rute menuju kampung ini akan melewati jalan pesisir pantai dengan hamparan laut biru yang menawan.
Namun, #KAMUHARUSTAU akses dari jalan umum menuju kampung adat ini cukup terjal dan tak begitu bagus, jadi harus berhati-hati. Saat tiba di parkiran, kita harus berjalan kaki lagi sekitar 5 menit.
Kampung ini awalnya didiami oleh 14 kepala keluarga. Namun saat ini hanya ada 7 yang masih bertahan.
Saat memasuki kampung adat, pandangan pengunjung langsung melihat beberapa rumah adat setempat yang disebut "Fala Foka".
Rumah adat panggung ini berbentuk limas beratapkan alang-alang dengan berdinding dan berlantaikan anyaman bambu yang ditopang oleh 4 kayu yang kokoh.
Rumah adat ini terdiri dari beberapa tingkatan. Tingkatan pertama untuk menerima tamu, kedua untuk tidur dan memasak, sedangkan tingkatan ketiga untuk menyimpan benda pusaka.
Dari belasan rumah yang ada, terdapat dua rumah berukuran kecil yang bagian atapnya terdapat mahkota sebagai pembeda yang disebut lopo. Dindingnya dari anyaman bambu dan ditopang oleh 6 buah kayu.
Satu lopo bercorak dominan putih (perempuan) yang dapat dimasuki oleh semua warga kampung, sementara yang satu bercorak hitam (laki-laki) yang hanya dapat dimasuki oleh orang tertentu atau Tua Adat.
Baca Juga: Eksplorasi Keindahan Kampung Embong Brantas: Arsitekturnya Klasik, Pemandangannya Asri
Kedua lopo ini memiliki tingkat kesucian paling tinggi dan hanya dibuka setahun sekali oleh Tua adat melalui proses ritual.
Tepat di depannya terdapat susunan batu melingkar membentuk mezbah untuk meletakan benda sakral seperti Moko, Gong atau alat berburu saat ritual adat berlangsung, ada juga para-para dari kayu yang menjadi tempat untuk memohon pemintaan.
Potret kehidupan warga di Kampung Takpala, NTT
Karena masyarakat di kampung ini hidup sebagai petani, pada bulan Oktober-November dilakukan tradisi masuk kebun atau potong kebun, dilanjutkan musim tanam pada bulan Desember.
Selanjutnya tradisi mencabut rumput hingga bulan April, lalu bulan Juni masuk tradisi patah jagung.
Letak kampung yang berada di ketinggian membuat suasana di tempat ini tenang dan cukup sejuk. Tidak ada biaya yang dipungut jika ingin masuk ke kampung ini.
Biasanya, warga menyediakan pakaian adat untuk pengunjung dapat berfoto di lingkungan kampung adat dengan bayaran seikhlasnya, namun kebanyakan membayar Rp100 ribu.
Kalian yang ingin mendapatkan informasi tentang kampung adat ini bisa langsung bertanya pada bapak-bapak yang menyewakan pakaian adat.
Selain itu, kaum wanita setempat juga menjual berbagai souvenir yang dapat dijadikan oleh-oleh seperti kain tenun, gelang, dan kalung. Sayangnya mereka tidak menjual makanan dan minuman.
Jika ingin disambut dengan tarian atau acara adat silahkan berkoordinasi dengan Bapak Aminudin Mira (0821 4588 8385).
Writer: Putri Surya Ningsih
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung