Sabtu, 03 AGUSTUS 2024 • 14:48 WIB

Mengenal Burasa', Makanan Khas Bugis yang Nikmat dan Tahan Lama Serta Penuh Nilai Filosofis

Author

Burasa' atau buras merupakan salah satu makanan khas tradisional masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel).

INDOZONE.ID - Burasa' atau buras adalah salah satu makanan khas tradisional masyarakat Sulawesi Selatan.

Panganan ini terbuat dari olahan beras ketan yang dicampur santan dan dimasak dengan cara khusus. Bentuknya seperti lontong namun agak pipih.

Kuliner ini memiliki kelebihan dibandingkan masakan lainnya, yaitu tahan lama dan tidak mudah basi. Jika dimasak dengan benar, burasa' bisa bertahan sampai 5 hari.

Di daerah Bugis, burasa' merupakan menu wajib yang selalu ada pada momen lebaran. Kita jarang sekali menjumpai ketupat saat hari raya, melainkan lebih banyak dijamu hidangan burasa'.

Baca Juga: Onyop Kuliner Khas Suku Saluan Sulawesi Tengah, Mirip dengan Papeda

Burasa' biasanya tersaji bersama bajabu' kaluku (serundeng kelapa), abon, nasu likku, nasu palekko', atau bisa juga sebagai pelengkap makanan berkuah seperti opor ayam dan coto makassar.

Sejarah Burasa'

Burasa' atau buras merupakan salah satu makanan khas tradisional masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel).

Baca Juga: Wajib Dicoba! 4 Kuliner Khas Sulawesi Tengah yang Menggugah Selera

Sejak dahulu kala, lelaki Bugis dikenal gemar melakukan perjalanan jauh ke berbagai pelosok Nusantara bahkan sampai ke negeri asing.

Mereka berlayar untuk mencari rezeki dan kehidupan yang lebih baik. Orang-orang menjuluki mereka sebagai pelaut ulung dan perantau handal.

Setiap hendak berlayar dan merantau, mereka biasanya membawa bekal berupa nasi dan ikan. Namun makanan tersebut tidak tahan lama dan cepat basi. Hal itu mengakibatkan mereka kehabisan tenaga sebelum mencapai tujuan.

Untuk mengatasi masalah itu, para perempuan Bugis mencari solusi dengan mengganti bekal.

Mereka kemudian mengolah beras ketan dengan campuran santan yang dibungkus daung pisang lalu dimasak dalam waktu cukup lama sehingga tidak mudah basi.

Dari situ, akhirnya tercipta masakan baru bernama burasa', yaitu semacam lontong bersantan yang dibalut daun pisang berbentuk pipih khas Sulawesi Selatan.

Tradisi

Burasa' atau buras merupakan salah satu makanan khas tradisional masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel).

Di kalangan masyarakat Bugis, membuat burasa' sudah menjadi tradisi turun-temurun, terutama ketika keluarga akan merantau atau bepergian jauh. Makanan ini sering disebut sebagai "Bokong na Passompe", yang berarti bekal untuk para perantau.

Selain tahan lama, alasan burasa' sangat cocok dijadikan bekal untuk perantau atau ketika perjalanan jauh karena rasanya yang gurih dan nikmat, sehingga tidak perlu tambahan lauk yang mewah. Cukup dengan lauk sederhana seperti sambel pun bisa sehingga tidak merepotkan.

Rasa nikmat pada burasa' berasal dari perpaduan santan dan beras ketan yang menyatu dalam balutan daun pisang, menciptakan kelezatan khas yang cocok untuk lidah siapa saja yang menyantapnya.

Belakangan, burasa' menjadi hidangan spesial saat momen lebaran. Sehari menjelang hari raya, masyarakat Sulawesi Selatan khususnya orang Bugis punya tradisi yang disebut "Ma'burasa" yaitu kegiatan memasak burasa' secara bersama-sama dengan keluarga atau tetangga.

Masyarakat Bugis biasanya menggunakan panci besar untuk memasak burasa' di atas tungku tanah liat.

Supaya tidak cepat basi, rahasianya yaitu burasa' harus dimasak dua kali sampai air di dalam panci kering dan butuh waktu minimal delapan jam direbus agar matang sempurna.

Makna dan Filosofi pada Burasa'

Burasa' atau buras merupakan salah satu makanan khas tradisional masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel).

Mengikat burasa' juga tidak sembarangan, di dalamnya mengandung seni yang memerlukan keterampilan khusus yang disebut "massio' burasa".

Tali pengikat burasa' melambangkan ikatan silaturahmi yang harus dipererat menjelang hari raya dan juga sebagai simbol ikatan batin antara perantau dan keluarganya. Oleh sebab itu, ikatan burasa' harus kuat.

Sebelum menggunakan tali rafiah atau benang nilon untuk mengikat burasa' seperti sekarang, orang Bugis dahulu menggunakan daun palem atau disebut daung aka', sejenis tanaman liar yang tumbuh di hutan kering.

Aroma daun aka' ini membuat burasa' lebih wangi dan menggoda karena cocok dengan perpaduan daun pisang yang membungkusnya.

Ada sebuah ungkapan yang lekat di telinga para perantau Bugis termasuk bagi para mahasiswa yang menempuh pendidikan di daerah lain, bunyinya: "Setinggi apapun sekolahmu, pulanglah mengikat burasa".

Maknanya, sejauh apa pun kita melangkah, jangan pernah melupakan keluarga dan kampung halaman.

Burasa' mengandung makna filosofi persatuan dan solidaritas yang membentuk nilai-nilai falsafah Bugis yaitu, sipakatau (saling menghargai), sipakalebbi' (saling memuliakan) dan sipakainge' (saling mengingatkan), dalam hubungan keluarga dan kehidupan sosial.


Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Liputan Langsung