Candi Bubrah, Representasi Toleransi Agama Hindu-Buddha pada Masa Dinasti Syailendra dan Sanjaya
INDOZONE.ID - Candi Bubrah merupakan sebuah candi Buddha yang berlokasi di kompleks taman Candi Prambanan, Sleman, Yigyakarta, bersama dua candi lainnya, yaitu Candi Lumbung dan Candi Sewu.
Keempat candi ini menjadi situs peninggalan bersejarah dari Kerajaan Mataram Kuno.
Nama Candi Bubrah berasal dari bahasa Jawa yaitu 'bubrah' yang berarti rusak, karena pada saat ditemukan dalam kondisi rusak dan tidak utuh.
Baca Juga: Harga Tiket Candi Borobudur, Prambanan, dan Candi Ratu Boko Terbaru saat Libur Sekolah 2024
Candi Bubrah ini terdapat di kawasan percandian Prambanan, yang menjadi situs terbesar peninggalan agama Hindu pada masa Kerajaan Mataram Kuno.
Uniknya justru Candi Bubrah ini beraliran agama Buddha dan bukan Hindu.
Hal tersebut dapat terjadi karena adanya toleransi beragama pada masa Kerajaan Mataram Kuno, yang dahulu terkenal mempunyai dua pemimpin dari wangsa (keluarga) berbeda, yaitu wangsa Syailendra (beragama Budhha) dan Sanjaya (beragama Hindu).
Meskipun kedua dinasti tersebut saling bersaing dan menjatuhkan untuk merebut takhta kerajaan, namun kondisi tersebut segera berubah ketika terjadi pernikahan antara Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya, dengan Pramodhawardani atau Sri Kahulunan putri Raja Samarattungga dari Dinasti Syailendra.
Baca Juga: Bukan Borobudur, Ini Candi Buddha Tertua Letaknya Berada di Yogyakarta!
Hal itu dengan cepat mengubah kondisi keagamaan rakyat Mataram Kuno pada masa itu.
Warga beragama Hindu dan Buddha dapat hidup berdampingan, bahkan terjalin hubungan yang baik dan harmonis tanpa saling merendahkan satu sama lain.
Salah satu candi yang membuktikan kondisi tersebut adalah Candi Bubrah, yang dibangun berdampingan di kompleks taman Candi Prambanan, sebagai representasi toleransi agama Hindu-Buddha pada masa dinasti Syailendra dan Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan